Jerapah dan Kura-Kura
Ada seekor jerapah yang baru beranjak dewasa sedang
makan
di
tengah padang rumput. Namanya Edo. Dia sangat
tinggi dan jangkung. Karena lehernya paling panjang, ia
menjadi sombong. Dia sering mengajak teman-teman (jerapah)
untuk lomba makan daun-daun di pohon yang dahannya sangat
tinggi. Berkali-kali dia memenangi perlombaan makan daun
dari puncak pohon. Hal itu membuatnya semakin sombong.
Dia merasa anak hewan yang paling hebat di kawasan padang
rumput itu. Dia tidak menghormati para jerapah yang sudah
tua, bahkan dia sering mengejeknya dengan sebutan “leher
bengkok”.
Pada suatu hari seekor jerapah tua minta tolong pada Edo.
“Nak, tolong ambilkan nenek daun yang segar di ranting ujung
pohon itu. Nenek sangat ingin makan daun-daun yang masih
muda, hijau, lunak, dan segar. Nenek tidak bisa menjangkau
sampai ke ujung pohon itu, Tolong ya, Nak Edo.”, kata jerapah
tua. Dengan sombongnya Edo menjawab, “Aduh, nenek jerapah,
nenek sudah tua, jangan minta yang macam-macam. Makan saja
daun yang bisa nenek jangkau sendiri. Salah sendiri tidak bisa
ambil daun di pucuk pohon!”. Melihat kelakuan Edo seperti itu,
nenek jerapah pun pergi dengan kecewa. Kesombongan Edo
juga muncul ketika seekor anak burung terjatuh saat sedang
belajar terbang. Burung kecil itu tersangkut di dahan pohon
paling ujung. Edo pun dengan sombong menolak permintaan
teman-temannya untuk menolong si burung kecil itu. Dia pergi
meninggalkan anak burung yang tersangkut itu.
Pada hari selanjutnya, ketika Edo berjalan sendiri di padang
rumput dengan leher tegak lurus ke atas dan kepala terangkat,
dia berhenti dan tanpa sadar menginjak gundukan yang ternyata
adalah seekor kura-kura tua. Si kakek kura-kura berusaha keras
mengangkat tubuhnya dan berjalan maju selangkah agar Edo
merasa jika kakinya menginjak seekor kura-kura. Ketika Edo
mengetahui bahwa ada seekor kura-kura tua yang terinjak
kakinya, Edo malah tidak bereaksi untuk minta maaf. Dia
bahkan marah-marah sambil berkata, “Dasar kura-kura tua, aku
jadi mau terjatuh kerena menginjak kamu”. Bahkan, karena
kesalnya, Edo menendang tempurung kakek kura-kura sehingga
kura-kura itu terlempar beberapa jengkal. Kakek kura-kura itu
tidak marah. Dengan suaranya yang lembut dia berkata, “Anak
muda, janganlah kamu sombong. Kamu masih muda, tubuhmu
masih
kuat,
sebaiknya sayangilah sesama makhluk hidup
ciptaan-Nya. Suatu hari nanti, kamu juga akan menjadi tua dan
pasti akan banyak yang lebih hebat dan kuat daripada kamu”.
Edo tidak menghiraukan kata-kata kura-kura tua itu.
Tidak lama kemudian, awan mendung pun datang.
Mendungnya begitu tebal. Edo tidak bergegas pergi
meninggalkan padang rumput yang hendak diguyur hujan.
Dia masih ingin menunjukkan kesombongannya kepada kakek
kura-kura dengan melenggang santai sambil membandingkan
dirinya dengan si kura-kura yang pendek dan lambat berjalan
itu. Saat itu hujan pun turun sangat deras, diikuti dengan petir
yang saling bersahutan. Karena hujan deras dan tiupan angin
kencang, Edo, si jerapah jangkung itu, ambruk dan terjatuh ke
tanah. Sementara itu, kepala kakek kura-kura aman di dalam
tempurungnya karena tidak kehujanan dan terhindar dari petir
yang menyambar padang rumput. Si kakek kura-kura dengan
langkah pelan mendekati Edo dan berkata, “Kamu tidak apa-apa,
anak muda? Bangunlah, kenapa diam dan terpana tersungkur
di tanah?”. Edo menatap kura-kura tua yang sudah dihinanya
itu sambil menjawab, “Kakek kura-kura, aku takut. Maafkan
aku karena sudah menginjak tubuhmu. Walaupun kakek
kura-kura sudah tua, tapi tetap kuat. Tempurungmu mampu
menopang berat badanku ini. Maafkan aku kakek kura-kura
karena sudah menendangmu. Aku berjanji tidak akan menjadi
anak yang sombong lagi. Aku akan menolong sesama makhluk
ciptaan-Nya.” Kakek tua tersenyum mendengar perkataan Edo.
Dia sangat senang karena Edo, si jerapah jangkung, sudah
menyadari bahwa sifat sombong itu tidak ada gunanya
Dimana puisinya.......!!!!!
BalasHapus